Tampilkan postingan dengan label karya seorang penyair. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label karya seorang penyair. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 Maret 2013

Ladang Uang di Tanah Terlarang

             Pemandangan seperti ini banyak dijumpai di UNY terutama di lingkungan FBS. Para pedagang jajanan rakyat berjualan di beberapa lokasi strategis di kampus ungu, mulai dari Penjual bakwan kawi, siomay, bakpao, es dawet, dsb. Larangan yang dikeluarkan oleh pihak birokrasi tidak menjadi penghalang mereka untuk mencari uang di tanah terlarang.
            Salah satu pedagang tersebut adalah penjual bakwan kawi yang mangkal di depan lapanagn parkir mobil FBS, tak jauh dari PLA FBS (markas birokrat FBS). Pedagang tersebut seperti menantang secara terbuka terhadap penguasa kampus ungu. Bahkan secara tegas dia mangkal di depan papan yang bertuliskan “PEDAGANG KAKI LIMA/ASONGAN DILARANG BERJUALAN DI LINGKUNGAN FBS UNY”. Seperti mengatakan gerobak saya beroda tidak berkaki.
            Sebut saja namanya Anton, dia telah berjualan Bakwan kawi selama 2 tahun. Selama pencarian tempat mangkal, FBS merupakan tempat yang memberikan banyak keuntungan kepadanya. Pada sore hari ketika warga FBS mengalami kelaparan setelah mengikuti perkuliahan, saat itulah Anton beraksi menawarkan pengganjal perut kepada mereka. Adanya Simbiosis mutualisme antara mahasiswa dan Anton, membuatnya betah mangkal di FBS.
            Selain di depan lapangan parkir  mobil FBS, kita bisa menjumpai penjual jajanan rakyat di depan parkiram C 13 FBS dan SC UNY. Kurangnya pengawasan dari pihak birokrasi, membuat mereka bebas menjajakan dagangannya. Kampus ungu kemudian tak ubahnya Sekolah Dasar di depan GOR UNY, banyak terdapat penjual jajanan rakyat yang mangkal di depan gerbang sekolah dasar.
            Ladang uang di tanah terlarang ini juga dicangkul oleh para pengemis. Mereka berseliweran di pendopo tejo FBS UNY dan Masjid kampus Mujahidin UNY. Tak jarang mereka mengantongi uang seratus ribu perhari. Gaji mereka melebihi pegawai negeri yang bekerja di UNY sendiri. Bisa dikatan hanya dengan modal muka memelas, rupiah demi rupiah mereka dapatkan.

Nek Ijah dan Penderitaannya

-->
Kemiskinan merupakan musuh bersama. Permasalahan ini juga menjadi penjajah baru di era reformasi. Kemiskinan tidak mengenal tempat dan waktu, semua orang mempunyai kemungkinan menjadi miskin. Hari ini si A bisa dikatakan kaya, tidak ada jaminan besok atau nanti malam dia masih kaya.
Seorang nenek di suatu desapun tidak luput dari jeratan kemiskinan. Nenek yang hidup sebatangkara ini harus menghidupi dirinya sendiri. Dia harus menjual kayu bakar yang dikumpulkannya dari hutan belantara. Dengan penghasilan yang pas-pasan, tak jarang dia harus makan nasi aking atau ketela rebus untuk mengganjal perutnya. Bahkan tidak makan selama 2 hari sudah menjadi hal biasa.
Namanya Nek Ijah. Di usianya yang ke 74 tahun, dia harus bekerja keras demi menyambung hidupnya. Sebelum matahari terbit, dia sudah bersiap-siap mencari kayu bakar. Dengan modal selendang lusuh dan sisa-sisa tenaga mudanya, Nek Ijah menapaki hari yang menggerus tulang-tulangnya yang kropos.
Tempat tinggalnya yang jauh dari sumber air, menambah derita Nek Ijah. Setiap harinya dia berjalan kaki sejauh 3 km hanya untuk mengambil 2 ember air. Bersama dengan masyarakat disekitarnya, dia mengantri berjam-jam. Jika dia tersandung dan airnya tumpah di tengah perjalanan, terpaksa dia harus mengantri mengambil air lagi.
Ketika penyakit TBCnya kambuh, terpaksa tubuhnya harus direbahkan di atas tempat tidur beralaskan tikar. Seharian dia hanya mendekam di rumah sederhana berdinding papan berlubang dan atap yang bocor. Beruntung tetangga sekitarnya sering memberikan bantuan berupa makanan dan uang seadanya. Pernah tetangganya mau membawa Nek Ijah ke Rumah Sakit, namun dia selalu menolak karena takut merepotkan.
 Penyakit ini sebenarnya sudah dia derita sejak lama, namun biaya pengobatan yang tidak bisa dijangkau membuatnya pasrah. Waktu penyakitnya kambuh, air putih saja yang bisa dia minum untuk menahan rasa sakit.  Penderitaan yang bertubi-tubi ini tidak membuat Nek Ijah lupa kepada Tuhannya. Dia selalu Sholat tepat waktu dan berdoa agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
            Ketabahan hidup seorang Nek Ijah seperti tidak pernah pudar. Walaupun cobaan silih berganti datang menimpa, rasa sabar dan keyakinan mampu melampui menjadi penguat hidupnyua. Bisa dikatakan aku masih bisa bernafas hari ini saja merupakan anugerah yang luar biasa yang diberikan oleh Tuhan.
            Masih banyak Nek Ijah-Nek Ijah lain di luar sana. Nek Ijah yang mengarungi kerasnya hidup dengan bermodal kesabaran. Kemiskinan bukan penghalang untuk berpikir positif. Kemiskinan hanyalah cobaan dan anugerah yang patut disyukuri.

Selasa, 26 Februari 2013

=|[ 7 KEDAHSYATAN AYAT KURSI ]|=-

=|[ 7 KEDAHSYATAN AYAT KURSI ]|=-

1) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi apabila berbaring di tempat tidurnya, Allah SWT mewakilkan dua orang Malaikat memeliharanya hingga subuh.

2) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir setiap sembahyang Fardhu, dia akan berada dlm lindungan Allah SWT hingga sembahyang yang lain.

3) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir tiap sembahyang,tida k menegah akan dia daripada masuk syurga kecuali maut dan barang siapa membacanya ketika hendak tidur, Allah SWT memelihara akan dia ke atas rumahnya, rumah jirannya dan ahli rumah-rumah disekitarnya.

4) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir tiap2 sembahyang fardhu, Allah SWT
menganugerahkan dia setiap hati orang yg bersyukur,setia p perbuatan orang yg
benar,pahala nabi2 serta Allah melimpahkan padanya rahmat.

5) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya, maka Allah SWT
mengutuskan 70,000 Malaikat kepadanya - mereka semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.

6) Barang siapa membaca ayat Al-Kursi diakhir sembahyang Allah SWT akan mengendalikan pengambilan rohnya dan dia adalah seperti orang yang berperang bersama Nabi Allah sehingga mati syahid.

7) Barang siapa yang membaca ayat Al-Kursi ketika dalam kesempitan nescaya Allah SWT berkenan memberi pertolongan kepadanya.

Dari Abdullah bin 'Amr r.a., Rasulullah S.A.W.
bersabda,Sampai kanlah pesanku biarpun satu ayat..."

==== SEMOGA BERMANFAAT====
(RTA)

Rabu, 04 April 2012

----- YA ALLAH, AKU MALU ---- by Noe Ksatria Bersupra Item

assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarokatuh

Bismillahirrahmanirrahim…

Setiap hari kulewati seperti biasanya. Tanpa pernah merasa kekurangan. Kekurangan hal yang sebenarnya kubutuhkan. Tanpa pernah merasa bahwa aku membutuhkan sesuatu. Sesuatu yang dapat menimbulkan perubahan. Perubahan hebat dalam diriku. Aku tak pernah sadar bahwa selama ini aku terlalu terlena dalam buaian kebiasaan, kebiasaan yang sebenarnya banyak menjerumuskan. Bermalas-malasan, tidak pernah merasa kekosongan, tidak mempunyai perencanaan, dan semua kebiasaan yang tak pernah ada perubahan.

Saat aku terbangun di pagi hari karena lantunan adzan Shubuh, seringkalinya diriku menanti-nanti panggilan cinta-Nya padaku. Tak jarang aku mengakhirkan waktu bercinta dengan-Nya yang hanya sebentar itu. Hingga ku lakukan dua raka’at yang berharga untuk memulai hariku itu bersamaan dengan munculnya sinar sang surya dari arah timur. Aku tak pernah sadar bahwa bagaimana aku akan menjalani hari penuh berkah bila aku telah mengawalinya dengan sebuah dosa besar.

Saat sepertiga malam yang seharusnya menjadi amalan sunnah yang sering kulakukan, tak jarang aku malah asyik merajut mimpi-mimpi. Padahal Dia dengan setianya menantiku untuk mendengarkan segala peluh dan pintaku. Aku tak pernah sadar bahwa sebaik-baik waktuku untuk memunajatkan doa pada-Nya adalah saat sepertiga malam itu. Waktu yang hanya ada aku dan Dia saja.

Saat aku akan memulai aktivitasku di pagi hari, tak jarang aku meninggalkan raga ini bergerak sebelum menghirup sarapan jiwa dari nikmatnya sholat Dhuha. Sarapan pagi bagi jasad ini lebih aku pentingkan dengan alasan perlunya kalori yang cukup banyak untuk menjalani aktivitasku yang memang cukup padat itu. Aku tak pernah sadar bahwa ternyata jiwaku membutuhkan santapan rohani berkalori tinggi untuk metabolisme pemikiran dan perasaanku. Sebelum aku pergi untuk beraktivitas, seringkali aku tak sempat meluangkan waktu membaca Al-matsurat pagi yang hanya sebentar itu. Update status dan melihat notification di facebook lebih aku pentingkan daripada hal itu. Padahal waktu yang kubuang tidaklah sedikit untuk melakukannya, bahkan hampir di setiap waktu luangku. Aku tak pernah sadar bahwa doa yang dianjurkan Rasulullah itu merupakan pelindung bagiku menjalani hari-hari yang mungkin akan terasa berat untukku.

Ketika mentari menunjukkan keangkuhannya dengan berada di puncak kepala, tak jarang aku mengakhirkan waktu panggilan Dzuhur. Dengan alasan menyelesaikan pekerjaan yang tanggung tinggal sedikit lagi itu, aku mengakhirkan waktu bercinta dengan-Nya lagi. Jangankan untuk sunnah qobla dan ba’da dzuhur, berdoa pun begitu seperlunya saja kulakukan, karena ternyata sebentar lagi adzan Ashar berkumandang. Aku tak pernah sadar bahwa Dia telah mem-plot waktu untuk bercinta dengan-Nya dengan begitu baiknya.

Saat adzan Maghrib berkumandang tak jarang juga aku mengakhirkan waktu bercinta dengan-Nya untuk menutup hari itu. Sering kali aku bergegas melakukannya dengan secepat kilat karena perutku yang keroncongan lebih penting bagiku. Aku tak pernah sadar bahwa di antara waktu Maghrib dan Isya yang begitu singkat itu sebaiknya aku menikmati lantunan dzikir dan tilawahku, yang sangat jarang kulakukan itu.

Ketika adzan Isya berkumandang, sering kali aku merasa tanggung untuk meninggalkan tontonan televisi dan canda tawa bersama teman-teman. Bahkan pada saat-saat itu sebenarnya bisa aku pergunakan untuk mendengar radio Islami, membaca buku Islami, atau bahkan menulis tulisan hikmah yang bermanfaat bagi saudara muslimku. Aku tak pernah sadar bahwa begitu banyak waktu yang telah kusia-siakan selama ini, hingga selalu saja mengharapkan manfaat adanya orang lain untuk diriku, tanpa pernah mengevaluasi apa manfaat diriku untuk orang lain.

Waktu tidur pun telah tiba. Rasa ngantuk yang menjalari mataku berbaur dengan otakku yang mulai kelelahan karena beraktivitas seharian. Aku langsung merebahkan tubuhku ke tempat tidur. Aku biarkan tubuhku terlelap tanpa disucikan terlebih dahulu dengan air wudhu. Jangankan untuk itu, tak jarang aku lupa membaca doa sebelum tidur, apalagi kalau harus membaca beberapa surat-surat pendek Al-Qur’an terlebih dahulu. Aku tak pernah sadar bahwa tak ada yang dapat menjamin bahwa aku dapat bangun kembali esok hari.

Setelah itu terjadi, barulah aku sadar bahwa waktuku ternyata tidaklah banyak. Malaikat izrail tengah bersiap kapan saja dan dimana saja untuk mengambil nyawaku, bila waktuku telah tiba. Aku tak mau baru saat itu aku tersadar bahwa aku telah banyak menabung dosa untuk akhiratku. Aku tak mau saat itu aku mendengar bahwa aku telah terlambat untuk menebus semua dosa-dosaku. Aku tak mau baru saat itu aku tersadar bahwa amalanku tidaklah cukup untuk membuatku berbangga menghadap Rabb-ku.

Rabb… Aku sering tak tahu diri Aku sering tak tahu malu Aku malu pada-Mu

Rabb… Aku sering keliru Aku sering terlupa Aku melupakan-Mu

Rabb… Hidayah-Mu adalah penerangku Mahabbah-Mu adalah kesetiaanku Izzah-Mu adalah kekuatanku

Rabb… Jangan pernah berpaling dariku

wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarokatuh

Senin, 26 Maret 2012

Masa Lalu Tertinggal by.-Nazril Ilham


Aku adalah jari-jari.
Memegang roda putar bumi.
Tenang di sisi panikku.
Mengetuk rasa membawaku.

Di sini tersenyum.
Di satu diri ku melamun.
Terangi sisi gelapku.
Merenung . .
Arah menuntunku.

Sadari langkahku.
Di celah bumi ku terpaku.
Mencari arti hidupku yang baru.
Relakan nafasku.

Ku menunggu datang terang.
Biarkan gelap menghilang.
Bantu aku tuk menunggu roda membawaku.

Dan kini ku biarkan masa lalu menghilang.
Dan tanpa beban aku meninggalkan belakang.

Lalu ku biarkan masa lalu menghilang.
Tanpa beban aku meninggalkan belakang.

-Nazril Ilham

Senin, 12 Maret 2012

Tagore

Dia yang pernah berdiam di kedalaman keberadaanku, dalam temaram cahaya dan pandangan sekilas. Dia yang tidak pernah membuka kerudungnya di cahaya pagi, akan menjadi pemberian terakhirku padamu, Terbungkus dalam nyannyian terakhirku