Senin, 26 Maret 2012

Senandung Hati Ungu by Depp Holmes

Seberkas lengkungan cahaya merah di langit bagian barat. Matahari mulai menghapus jejak jejak yang terekam olehnya hari ini. Membiaskan senja yang begitu indah. Kemudian dipantulkan oleh air laut yang nyata nyata ikut menikmati goresan cahaya matahari sore itu bersamaku.

Sementara itu dari sebelah timur terlihat gunung gunung berbaris ikut pula menikmati keindahan suasana pantai sore itu. Dari penjuru penjuru pesisir terasa angin kesejukan berhembus menembus ke tulangku.Desir pasir pantai mencekram erat jari jari kakiku seolah menyuruhku untuk tetap berada di sini. Waktu telah menunjukan pukul 17.00 WIB di arlojiku. Entah berapa lama aku berada di sini menikmati lukisan alam yang diciptakan oleh-Nya, dengan ditemani benda usang yang begitu berarti bagiku sekarang.Benda yang akan menjadi saksi perjalanan cerita kasihku bersama seseorang.

"Subhanaullah, betapa indahnya yang telah Engkau lukiskan ya Allah."

Dalam termenungan itu aku mulai mengingat sejatinya apa yang telah membawa hatiku yang sedang bersenandung dalam kesedihan hingga berada di sini. Mengagumi karya yang begitu indah yang telah Kau ciptakan.

***

Pagi itu seperti biasa matahari pagi masih setia menyapaku. Sebelum ia menampakan dirinya aku bangun hendak menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim. Air segar aku basuhkan ke mukaku mengalir menghapus mimpi mimpi yang kualami selama tidurku semalam. Setelah aku berwudhu lantas aku segera menjalankan kewajibanku yaitu  shembayang subuh. Kemudian Berdoa agar yang ku jalani hari ini lancar dan mendapat ridho dari-Nya.
Setelah melaksanakan tugasku sebagai seorang muslim dan kemudian mandi membersikan badanku dari bau bau tak sedap pagi ini.

Aku melihat Ibuku sudah siap dengan masakanya pagi itu. Nampaknya dia bangun lebih awal dariku dan menyiapkan sarapan yang selalu aku nikmati setiap pagi. Nasi hangat terlihat mengepul di atas bakul , telur ayam melihatkan senyumnya tak tega aku untuk memakanya. Sesegera ku selesaikan urusanku pagi itu.
Aku berpamitan pada ibundaku lantas menuju tempatku menimba ilmu.

"Assalmmu'alikum." aku cium tangan kananya dengan rasa hormat.

Ibu membalas salamku dengan wajah mengembang. Kemudian sesegera aku berangkat sekolah pagi itu. Udara pagi kota Jogja yang mulai tak segar untuk dirasakan, karena asap asap tak bertanggungjawab keluar begitu saja dari lubang kendaraan menemani perjalananku bersama hiruk pikuk lalu lintas jalanan kota tercintaku.

***

Sesampai di sekolah setelah memarkirkan kendaraanku. Aku menuju ruang kelas yang sejak tiga tahun selalu ku huni bersama teman temanku. Jam pertama pagi ini adalah Matematika , pelajaran yang menyegarkan di pagi hari. Ku lihat di depan pintu Adinda gelisah seperti menunggu seseorang. Benar saja ternyata dia sengaja di sana untuk menungguku. Kemudian ia menyapaku dan menghentikan langkah langkah kakiku.

Tapi tak seperti biasanya kekasihku ini nampak beda hari ini.

"Nam, siang ini sepulang sekolah aku ingin bicara padamu !"
"Kenapa tak sekarang aj Nda ?" tanyaku sambil menatapnya , tapi dia langsung menghindari tatapanku dengan sengaja.

Kemudian ia berjalan menuju tempat duduknya di salah satu sudut kelas. Aku pun lantas duduk karna ku lihat guruku sudah datang hendak mulai pelajaran hari ini. Hati dan perasaan ini tak tenang memikiran ucapan dan sikap kekasihku yang tak seperti biasanya. Pikiranku tak bisa fokus memperhatikan pelajaran, ku lihat Adinda dari tempat duduku. Semakin lama ku perhatikan dia semua anggota tubuhku ini tak kuasa lagi memikirkan sikapnya tadi.

***
Detik berdetak berganti menit. Kemudian menit demi menit terus berjalan. Pelajaran hari ini tak ada yang masuk ke otaku yang ada hanya pikiran tentang sikap Adinda tadi pagi yang membuat semua anggota badanku gelisah.Jam sekolah telah berakhir matahari mulai condong ke arah barat. Teman teman mengajaku pulang namun aku menolak ajakan mereka. Aku duduk di sebelah Adinda kemudian aku rapatkan kursiku lebih dekat dengannya.

Kelas sudah sepi saat Adinda mulai pembicaraanya.

"Nam, aku minta maaf padamu hubungan kita harus berakhir di sini." kata Adinda seraya mengusap eluh yang menetes di pipinya.

Kalimat yang diucapkanya itu terasa asing di hatiku. Semua yang tertempel di dinding kelas nampak olehku berjatuhan satu demi satu, tatkala ku dengar kalimatnya tadi.

"Kamu bilang apa ?"
"Maaf Nam !"
"Tapi apa alasanya, Nda ?"

Air mata yang sejak tadi terbendung oleh kantung hati dan tersumbat oleh perasa tegar mulai mengalir di wajahku.

"Aku mau meninggalkan Jogja Nam, aku tak ingin menyakiti hatimu Nam tak mungkin juga kita berpacaran dengan jarak jauh karena sesunggnya itu hanya akan membawa kecurigaan diantara kita. Aku masih sayang kamu Nam, tapi apalah diriku jika rasa sayang itu tanpa ada kehadirimu disisiku kelak saat aku telah pergi. "
"Mengapa kau mau meninggalkan Jogja ? "
" Aku tak bisa menjawab pertanyaanmu itu Nam, tapi berjalanya waktu kau akan tahu" kata Adinda seraya membendung air matanya.
"Sesungguhnya aku tak ingin meninggalkan Jogja meninggalkan kenangan indah bersanamu selama ini tapi apa lah dayaku hanya seorang anak angkat yang mencoba patuh kepada orang tua angkatku yang telah memberiku penghidupan, memberikan kasih sayangnya padaku selama ini bahkan melebihi orang tua kandungku." Sambung Adinda.

Telinga ini tak sanggup untuk terus mendengarkanya.

" Aku sayang kamu Nda, mengapa kau tega melakukan ini padaku  Nda ? " kataku.
" Sudah Nam,aku tak ingin melihat dirimu semakin sedih hanya karena diriku, trimakasih atas semua yang pernah kau berikan padaku selama ini "

Adinda berkata terakhir kalinya padaku, seraya memberikan kecupan di keningku lalu pergi meninggalkanku sendirian.

Perasaan ini hancur, hati ini menangis. Tembok tembok seolah semakin menghimpit dadaku. Hubungan yang sejak kelas satu aku jalani bersama pujan hatiku kandas sepihak begitu saja tanpa sebab yang tak ku mengerti.

***

Suara dering pesan di telepon genggamku menyadarkan senjaku di pantai. Kulihat pesan dari ibundaku menanyakan keberadaanku,mungkin ia gelisah mencari anak lelaki semata wayangnya ini.

Kemudian kupandangi benda usang , gelang tangan pemberian Adinda kuingat kembali kenangan bersamanya.

Goresan senja matahari kian lama kian menghilang ditutupi oleh tirai malam yang mulai terpasang. Kemudian diterangi oleh cahaya bulan yang terpantul ke luasnya samudra hindia yang menyilaukan mata ini. Tak kusangka cerita cintaku ini telah membawa diriku di pantai merenungi makna di balik perpisahan kisah kasihku bersama Adinda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar