Bala
tentara MARA menyerang Pertapa Gautama di bawah pohon Bodhi
Borobudur sebagai salah satu
warisan dunia yang berasal dari Indonesia memiliki misteri yang menarik untuk
diungkap. Misteri itu terpahat indah
dalam relief-relief yang terpahat di dinding-dinding Candi Borobudur. Salah
satu cara agar kita mampu memahami carita dalam pahatan leluhur kita itu adalah
dengan melakukan PKL yang telah dilakukan pada hari sabtu, 10 November 2012.
Relief-relief tersebut merupakan sebuah
komik kuno yang menceritakan perjalanan hidup Sang Budha Sidharta Gautama. Dari
sekian relief yang terpahat di dinding Candi Borobudur terdapat beberapa relief
yang menarik dan beberapa diantaranya masih belum bisa dijelaskan isi ceritanya
oleh para ahli. Di saat menelusuri kisah Sidharta Gautama terdapat satu relief
yang menarik, Relief tersebut berada di
dinding timur panel ke-12 dan termasuk dalam Lalitavistara. Jika dilihat sekilas
terdapat relief Sang Budha yang sedang
bertapa dan dikelilingi oleh banyak orang. Berikut kisah yang terdapat
dalam relief tersebut:
Di dalam perjuanganNya yang luar biasa
untuk mencapai Penerangan sem-purna.
Bodhisatva Siddhartha yang sedang duduk bermeditasi di bawah pohon Bo-dhi
di Bodhgaya, dengan tekad yang amat kuat, untuk tidak akan bangun dari tem-pat
dudukNya sebelum memperoleh Penerangan Sempurna dan mencapai Nibbana, datanglah Mara (mahluk halus
atau penggoda) yang bermaksud menghalang-ha-langi
Bodhisatva memperoleh Penerangan Sempurna. Mara muncul dengan diser-tai
oleh bala tentaranya yang amat besar, bermaksud menyerang Bodhisatva Sid-dhartha.
Balatentara Mara yang amat mengerikan ini mengelilingi Bodhisatva, da-ri
depan sejauh dua belas yojana 1), dari belakang sejauh dua belas yojana, dari
kiri dan kanan selebar sembilan yojana.
Mara sendiri membawa seribu senjata yang amat berbahaya dan duduk me-nunggangi Gajah Girimekhala yang amat besar dengan tinggi seratus lima puluh yojana. Diikuti dengan bala tentaranya yang berwajah amat menyeramkan, mereka semuanya membawa senjata dengan meraung menakutkan, siap menyerang Bodhi-satva Siddhartha. Pada saat Mara mendatangi Bodhisatva dengan bala tentara yang begitu besar, maka para dewa, seperti Maha Brahma, Sakka, Rajanaga Mahakala dan para dewa lainnya, menyingkir dari tempat itu. Bodhisatva menghadapi sendiri Mara beserta bala tentaranya dengan berlindung kepada sepuluh Paramita yang te-lah sejak lama dilatihnya.
Sepuluh Paramita itu adalah :
1. Dana Paramita (Kesempurnaan Kerelaan Hati)
2. Sila Paramita (Kesempurnaan Kemoralan)
3. Nekkhama Paramita (Kesempurnaan Pelepasan Keduniawian)
4. Panna Paramita (Kesempurnaan Kebijaksanaan)
5. Viriya Paramita (Kesempurnaan Semangat)
6. Khanti Paramita (Kesempurnaan Kesabaran)
7. Sacca Paramita (Kesempurnaan Kebenaran)
8. Adhitthana Paramita (Kesempurnaan Tekad)
9. Metta Paramita (Kesempurnaan Cinta Kasih)
Mara sendiri membawa seribu senjata yang amat berbahaya dan duduk me-nunggangi Gajah Girimekhala yang amat besar dengan tinggi seratus lima puluh yojana. Diikuti dengan bala tentaranya yang berwajah amat menyeramkan, mereka semuanya membawa senjata dengan meraung menakutkan, siap menyerang Bodhi-satva Siddhartha. Pada saat Mara mendatangi Bodhisatva dengan bala tentara yang begitu besar, maka para dewa, seperti Maha Brahma, Sakka, Rajanaga Mahakala dan para dewa lainnya, menyingkir dari tempat itu. Bodhisatva menghadapi sendiri Mara beserta bala tentaranya dengan berlindung kepada sepuluh Paramita yang te-lah sejak lama dilatihnya.
Sepuluh Paramita itu adalah :
1. Dana Paramita (Kesempurnaan Kerelaan Hati)
2. Sila Paramita (Kesempurnaan Kemoralan)
3. Nekkhama Paramita (Kesempurnaan Pelepasan Keduniawian)
4. Panna Paramita (Kesempurnaan Kebijaksanaan)
5. Viriya Paramita (Kesempurnaan Semangat)
6. Khanti Paramita (Kesempurnaan Kesabaran)
7. Sacca Paramita (Kesempurnaan Kebenaran)
8. Adhitthana Paramita (Kesempurnaan Tekad)
9. Metta Paramita (Kesempurnaan Cinta Kasih)
10.
pekkha Paramita (Kesempurnaan
Keseimbangan Batin)
Dengan berlindung kepada sepuluh Paramita inilah, maka semua usaha Mara beserta bala tentaranya untuk menakut-nakuti Bodhisatva, dengan hujan be-sar yang disertai angin kencang dan halilintar yang menggelegar terus-menerus, ju-ga diikuti dengan pemandangan-pemandangan lain yang amat mengerikan ternyata gagal semua. Akhirnya Mara dengan penuh kemarahan menyambit Bodhisatva de-ngan senjatanya yang terakhir yaitu Cakkavudha 2). Tetapi senjata ini berubah menjadi payung yang amat indah, yang dengan tenang bergantung dan memayungi Bodhisatva. Bumi telah menjadi saksi, bahwa Bodhisatva Siddhartha telah lulus dari semua kesulitan dan layak untuk menjadi seorang Buddha.
Sang Bodhisatva berkata :
"Dengan melihat bala tentara pada semua sisi berbaris dengan Mara yang mengatur di atas Gajah Girimekhala. Aku maju ke depan untuk berperang, Mara tidak akan dapat mendorongKu dari posisiKu. Bala tentaramu dengan dunia beserta dewa-de-wa tak terkalahkan. Dengan KebijaksanaanKu, Aku terus menghancurkan mereka, bagaikan Aku menghancurkan mangkok yang belum dibakar. Dengan mengawasi pikiranKu, dan dengan kesadaran yang kuat, Aku akan mengembara dari negara ke negara, sambil melatih banyak murid. Dengan rajin dan bersungguh-sungguh, dalam mempraktekkan AjaranKu, mereka tidak akan memperdulikanmu dan akan pergi ke tempat yang tidak ada lagi penderitaan."
Dengan berlindung kepada sepuluh Paramita inilah, maka semua usaha Mara beserta bala tentaranya untuk menakut-nakuti Bodhisatva, dengan hujan be-sar yang disertai angin kencang dan halilintar yang menggelegar terus-menerus, ju-ga diikuti dengan pemandangan-pemandangan lain yang amat mengerikan ternyata gagal semua. Akhirnya Mara dengan penuh kemarahan menyambit Bodhisatva de-ngan senjatanya yang terakhir yaitu Cakkavudha 2). Tetapi senjata ini berubah menjadi payung yang amat indah, yang dengan tenang bergantung dan memayungi Bodhisatva. Bumi telah menjadi saksi, bahwa Bodhisatva Siddhartha telah lulus dari semua kesulitan dan layak untuk menjadi seorang Buddha.
Sang Bodhisatva berkata :
"Dengan melihat bala tentara pada semua sisi berbaris dengan Mara yang mengatur di atas Gajah Girimekhala. Aku maju ke depan untuk berperang, Mara tidak akan dapat mendorongKu dari posisiKu. Bala tentaramu dengan dunia beserta dewa-de-wa tak terkalahkan. Dengan KebijaksanaanKu, Aku terus menghancurkan mereka, bagaikan Aku menghancurkan mangkok yang belum dibakar. Dengan mengawasi pikiranKu, dan dengan kesadaran yang kuat, Aku akan mengembara dari negara ke negara, sambil melatih banyak murid. Dengan rajin dan bersungguh-sungguh, dalam mempraktekkan AjaranKu, mereka tidak akan memperdulikanmu dan akan pergi ke tempat yang tidak ada lagi penderitaan."
Gajah Girimekhala lalu berlutut di
hadapan Bodhisatva dan Mara meng-hilang, lari
tunggang langgang bersama dengan bala tentaranya. Para dewa yang menyingkir
ketika Mara datang menyerang, datang kembali menghampiri Bodhi-satva.
Mereka semua amat bahagia dengan keberhasilan Bodhisatva Siddhartha menaklukkan
Mara.
Setelah berhasil
mengalahkan Mara, pertapa Gotama memperoleh Pub-bernivasanussatinana,
yaitu kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan terang ke-lahiran-kelahirannya
yang dulu. Hal ini terjadi pada waktu jaga pertama, yaitu an-tara
jam 18.00 – 22.00.
Pada waktu jaga kedua, yaitu antara jam 22.00 – 02.00, pertapa Gotama memperoleh Cutupapatanaria, yaitu kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan te-rang kematian dan timbal lahir kembali dari makhluk-makhluk sesuai dengan tumpukan karma mereka masing-masing. Tumpukan karma yang berlainan inilah yang membuat satu makhluk berbeda dengan makhluk lain. Kemampuan ini juga dinamakan Dibbacakkunana, yaitu kebijaksanaan dari Mata Dewa.
Pada waktu jaga ketiga, yaitu antara jam 02.00 – 04.00, pertapa Gotama memperoleh Asavakkhayanana, yaitu kebijaksanaan yang dapat menyingkirkan secara menyeluruh semua Asava (kekotoran batin yang halus sekali).
Pada waktu jaga kedua, yaitu antara jam 22.00 – 02.00, pertapa Gotama memperoleh Cutupapatanaria, yaitu kebijaksanaan untuk dapat melihat dengan te-rang kematian dan timbal lahir kembali dari makhluk-makhluk sesuai dengan tumpukan karma mereka masing-masing. Tumpukan karma yang berlainan inilah yang membuat satu makhluk berbeda dengan makhluk lain. Kemampuan ini juga dinamakan Dibbacakkunana, yaitu kebijaksanaan dari Mata Dewa.
Pada waktu jaga ketiga, yaitu antara jam 02.00 – 04.00, pertapa Gotama memperoleh Asavakkhayanana, yaitu kebijaksanaan yang dapat menyingkirkan secara menyeluruh semua Asava (kekotoran batin yang halus sekali).
Dengan demikian
ia mengerti sebab dari semua keburukan dan juga mengerti cara untuk
menghilangkannya. Dengan ini ia telah menjadi orang yang paling bijaksana dalam
dunia yang dapat menjawab pertanyaan yang disampaikan kepadanya. Sekarang ia
mendapat jawaban tentang cara untuk mengakhiri penderitaan, kesedihan,
ketidak-bahagiaan, usia tua dan kematian. Batinnya menjadi tenang sekali dan
penuh kedamaian, karena sekarang ia mengerti semua persoalan hidup dan menjadi
Buddha.
Keterangan
:
1. Yojana : Ukuran panjang yang digunakan di India, 1 yojana kurang lebih 7 mil.
1. Yojana : Ukuran panjang yang digunakan di India, 1 yojana kurang lebih 7 mil.
2.
Cakkavudha : Senjata Mara yang amat sakti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar