Pemandangan seperti ini banyak dijumpai di
UNY terutama di lingkungan FBS. Para pedagang jajanan rakyat berjualan di
beberapa lokasi strategis di kampus ungu, mulai dari Penjual bakwan kawi, siomay, bakpao, es dawet, dsb. Larangan yang dikeluarkan oleh pihak birokrasi
tidak menjadi penghalang mereka untuk mencari uang di tanah terlarang.
Salah
satu pedagang tersebut adalah penjual bakwan kawi yang mangkal di depan
lapanagn parkir mobil FBS, tak jauh dari PLA FBS (markas birokrat FBS).
Pedagang tersebut seperti menantang secara terbuka terhadap penguasa kampus
ungu. Bahkan secara tegas dia mangkal di depan papan yang bertuliskan “PEDAGANG
KAKI LIMA/ASONGAN DILARANG BERJUALAN DI LINGKUNGAN FBS UNY”. Seperti mengatakan
gerobak saya beroda tidak berkaki.
Sebut
saja namanya Anton, dia telah berjualan Bakwan kawi selama 2 tahun. Selama
pencarian tempat mangkal, FBS merupakan tempat yang memberikan banyak
keuntungan kepadanya. Pada sore hari ketika warga FBS mengalami kelaparan
setelah mengikuti perkuliahan, saat itulah Anton beraksi menawarkan pengganjal
perut kepada mereka. Adanya Simbiosis mutualisme antara mahasiswa dan Anton,
membuatnya betah mangkal di FBS.
Selain
di depan lapangan parkir mobil FBS, kita
bisa menjumpai penjual jajanan rakyat di depan parkiram C 13 FBS dan SC UNY.
Kurangnya pengawasan dari pihak birokrasi, membuat mereka bebas menjajakan
dagangannya. Kampus ungu kemudian tak ubahnya Sekolah Dasar di depan GOR UNY,
banyak terdapat penjual jajanan rakyat yang mangkal di depan gerbang sekolah
dasar.
Ladang
uang di tanah terlarang ini juga dicangkul oleh para pengemis. Mereka
berseliweran di pendopo tejo FBS UNY dan Masjid kampus Mujahidin UNY. Tak
jarang mereka mengantongi uang seratus ribu perhari. Gaji mereka melebihi
pegawai negeri yang bekerja di UNY sendiri. Bisa dikatan hanya dengan modal muka
memelas, rupiah demi rupiah mereka dapatkan.